Sabtu, 14 Desember 2013

The Fall of Advertising & The Rise of PR


Today’s major brands are born with publicity, not advertising - sekarang, brand (merek) lahir melalui publikasi, bukan advertising (iklan).  Demikian Al Ries, pakar strategis marketing, menulis buku best seller terbarunya, The Fall of Advertising & The Rise of PR.  Judul dengan terobosan baru ini menilik fungsi strategis Public Relations (kehumasan) dalam membangun kredibilitas brand Anda.  Al Ries (juga sering berkobalorasi bersamaJack Trout) telah banyak menghasilkan buku best seller marketing, diantaranya – Marketing WarfarePositioning, Bottom-Up Marketing, dan termasuk The 22 Immutable Laws of Marketing. Bahkan Enam tahun lalu, dalam The New Positioning, Jack Trout telah menulis satu chapter khusus tentang PR sebagai New Positioning.  Kali ini Ries mendedikasi keunggulan PR yang lebih konkret, serta in depth dari teori Jack Trout sebelumnya.
Hasil kolaborasi dengan Laura Ries (Anak perempuan-nya), buku ini mampu memberi gagasan baru dibarengi contoh segar dalam perkembangan dunia Public Relations.  Bahkan mereka sanggup memberi judul serta analogi baru yang cukup sensasional, seperti “Advertising is the Wind. PR Is the Sun.” Gaya bahasa yang berani serta lugas, merupakan ciri karakter tulisan Ries hingga mudah dicerna, termasuk contoh-contoh brand global yang memang tersedia dikeseharian kita.  Selain mampu menambah wawasan ke-PR-an Anda,  Ries jug memberikan anekdottentang brand yang didukung oleh hipotesa-hipetosa, hingga  mampu membuat Anda berdecak – “benar juga, nih? “ atau ” kok nggak terpikir sebelumnya, yah ?” Ries menyajikan PR sebagai alat strategis sekaligus marketing weaponyang paling effektif.
Buku setebal 320 halaman ini ringkas, serta praktikal - easy to read.  Sebagai praktisi PR, maupun pemasaran, sulit bagi kita untuk melewati begitu saja tiap ulasan serta analisa kedua penulis ini.  Penulis berhipotesa, “Kapan Kita pernah bertemu orang yang secara serius akan membeli produk yang dia tonton di TV tadi malam ?”  Sering kita bertanya, “Apa memang ada yang betul-betul membeli produk dari iklan TV atau koran ?” Ada mungkin, namun jarang, kan ? Penulis menjelaskan kebanyakan pembeli bukan dari iklan, namun infomercials (iklan dengan pesan serius).
Ries membahas banyak hal keunggulan PR dalam implementasi pemasaran brand dunia, termasuk: Starbuck, The Body Shop,Amazon.com, Yahoo!, Intel, Harry Potter, & Red Bull yang sukses hampir tanpa advertising - hanya dengan publisitas PR.  Kedua penulis memberikan contoh seperti, The Body Shop sukses berkat kepiawaian PR -Anita Brodick sang CEO - yang mampu memposisikan brand-nya sebagai brand peduli lingkungan.  Starbuck hanya menghabiskan kurang dari US$ 10 Milyar biaya advertising di Amerika Serikat, selama 10 tahun terakhir, namun meraih US$ 1.3 trilyun income per tahun.  Wal-Mart sukses di dunia retail hampir tanpa iklan termasuk Sam’s Clubyang menghasilkan US$ 56 milyar tanpa iklan sama sekali. Di dunia pharmasi , Viagra, Vioxx dan  Prozac, di dunia mainan – Pokemon & Barbie, di dunia teknologi seperti Oracle, Cisco, dan SAP semua brand ini menghasilkan milyaran dollar dengan biaya advertising minim. 
Buku dengan Lima bagian ini,  mengulas secara komprehensif kedua aspek advertising dan Public Relations. Bagian pertama, The Fall of Advertising, berisi perbandingan value bagi praktisi pemasaran, serta paparan tentang ruang lingkup keunggulan superiotas Advertising.  Bagian ini berisi artikel, seperti - Advertising and Car Salesman,Advertising and the DotcomsAdvertising dan Credibility.  Artikel – artikel ini menunjukkan kurangnya kredibilitas Advertising dalam ingredient membangun brand yang solid.  Intinya, advertising effektif dalam tahapan awal merek, namun begitu sudah berkembang mutlak dilanjuti dengan publikasi PR.  Dibarengi contoh kasus kegagalan advertising di Pets.com , Joe Isuzu, serta banyak lain termasuk konsep baru Taco BellChapter ini mampu memutar balikan paradigma pemasaran yang kita kenal selama ini.
Pada bagian kedua, The Rise of PR, adalah inti sari dan bagian terpenting dari buku ini. Termasuk,  bagaimana PR bisa lebih effektif dari Advertising ?  Di isi artikel –artikel seperti – The Power of a Third Party, Building a New Brand with PR, Rolling Out Your Brand serta Dealing Names.  The Power of a Third Party – memberi realita kepada pembaca bahwa kita tidak bisa tergantung hanya oleh mata dan telinga kita sendiri. Harus diakui, kita tetap memerlukan obervasi orang ketiga.  “All I know is just what I read in the papers,” Will Rogers dan Seinfeild, kedua bintang film terkenal ini pernah berkata.  Kita memang tidak percaya 100 persen dengan media ,namun tulisan-informasi media mampu mempengaruhi kita.  30 persen dari sebuah koran itu terdiri atas artikel editorial dengan 70 persen sisa  adalah iklan.  Tentu,  lebih banyak waktu kita fokuskan untuk membaca artikel dari melihat iklan – iklan tersebut, bahas Ries.  Dalam Building a New Brand with PR, penulis memberi perbandingan antara  Coca Cola yang berdiri sejak 1886 dan Microsoft di 1975.  Microsoft (baru berumur 27 tahun) bisa menjadi the most valuable brandkedua setelah Coca-Cola (yang berumur 116 tahun) adalah karena kemampuan publikasi global Microsoft yang luar biasa. Microsoft mempunyai brand value senilai US$ 65 milyar menurut Interbran, sebuah valuation company.  Dengan penghasilan US$ 23 milyar pertahun, penghasilan Microsoft jauh dari sebuah perusahaan yang bernama TIAA-CREF (menghasilkan US$ 38 milyar per tahun) yang jarang, bahkan mungkin tidak pernah kita dengar.  Chapter ini juga membahas keunggulan global brand, seperti Linux, Red Bull serta kecangggihan Super scooter – Segway – (yang lagi trendy di Amerika) yang sukses melalui ulasan publikasi.  Establishing Your Credentials – mengangkat pentingnya artikel positif demi kredibilitas brand Anda.  Ries memberi contoh, jika ulasan artikel tentang minuman ber-energy Red Bull (KratingDaeng) muncul, namun tidak terungkap keunggulannya dalam kategory minuman ber-energy ataupun artikel tentang Volvo namun tidak menguraikan keunggulan safety-nya , semua ini akan kurang berarti, bahkan bisa berbahaya bagi brand tersebut.
Pada bagian ketiga – membahas proses A New Role for Advertising – peran baru Advertising.  Bagian yang terdiri dari 3 tulisan ini, penulis membahas - Maintaining the Brand, Keeping On Course serta Firing on All Cylinders. Pokok pikirannya adalah Advertising tetap menjadi bagian integral serta strategis dalam maintaining sebuah Brand.  Penulis kembali menfokuskan ide dasarnya bahwa fungsi advertising adalah Brand maintenance, sedangkan PR adalah brand building.  Iklan harus tetap harus berjalan untuk lebih memantapkan peran strategis PR.
Pada bagian Keempat, The Differences Between Advertising and PR, kedua penulis kembali memberi judul-judul sedikit nyentrik disertai analogy seperti - Advertising is the Wind - PR Is the Sun, Advertising is Incredible - PR is Credible, Advertising is Visual – PR is Verbal, bahkan judul seperti Advertising Dies – PR Lives.  Bagian Keempat beirisi artikel-artikel singkat perihal perbedaan kedua alat komunikasi ini.  Bukan hal baru, jika banyak perusahaan menghabiskan lebih banyak dana untuk beriklan dibanding PR.  Seharusnya, menurut Ries, sebuah organisasi harus lebih banyak menghabiskan waktu dan dana untuk PR Strategy Development and Verbalization, demikian ulasan dalam Advertsing is expensive – PR is inexpensive. Kemampuan Macintosh (memakai nama brand baru, bukan Apple IV) serta Playstation (nama brand baru bukan Sony VGP) juga diraih karena efektif publisitas di media.
Pada tulisan akhir, Ries kembali menggabungkan ide-ide dasar PR sebelumnya berupa kompilasi dalam bentuk catatan-catatan akhir.  Ada tiga point akhir yang bisa Kita catat adalah : Pertama, Advertising mempunyai kekurangan dalam kredibilitas, yang merupakan ingredient utama dalam membangun brand, sedangkan  hanya PR yang mampu men-supply kredibilitas tersebut.  Kedua – strategi “big bang “ advertising harus diganti dengan strategi PR yaitu dengan membangun brand secara pelan namun pasti. Ketiga – Advertising digunakan untuk me-maintain brand, selebihnya adalah strategi PR melalui publisitas.
Walau memberikan begitu banyak ulasan sukses PR seperti Red Bull, Sony Playstation, The Body Shop, Wal-Mart, dan Viagra yang dibangun hampir tanpa advertising, Ries tidak memberi contoh detil tentang implementasi strategi program PR itu sendiri. Termasuk applikasi PR dalam menghadapi crisis control ataupun management issues.  Kritik Ries terhadap Iklan harus dibarengi dengan kepiawaian seorang PR strategist yang jitu pula - skillful public relations is what sells.
Relevansinya adalah bagaimana buku ini mampu merubah cara pandang kita terhadap paradigma Public Relations selama ini.  Sudah sepantasnya, posisi PR, dijadikan fondasi strategis korporasi baik untuk brand building maupun operasional manajemen perusahaan. Buku ini adalah inspirasi baru – an eye opener - bagi para praktisi PR, pemasaran, eksekutif, profesional termasuk akademis di Indonesia.  Dengan semua simplisitasnya, toh, buku ini tetap menarik dan enak dibaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar