Jumat, 17 Januari 2014

MARKETING PLUS 2000

MARKETING PLUS 2000
I. Pendahuluan
Pada awal berdirinya tidak banyak orang yang menyangka bahwa Nokia, produsen telepon selular yang berasal dari Finlandia ini akan menjadi“market leader” dalam pasar  telepon selular dunia. Pada awal berdirinya perusahaan ini berkutat pada bidang pengolahan hasil hutan, selain pengolahan hasil hutan perusahaan ini juga mengolah berbagai produk dari karet. Namun seiring dengan perkembanganya yang terus menanjak keatas, diawali dengan pengambil alihan secara mayoritas  saham milik  Finnis Rubber Work, yang merupakan perusahaan penghasil kabel yang berpusat di kotaHelsinki  yang terjadi pada tahun 1912. Perusahaan ini lantas mulai mengembangkan usahanya.. Setelah sekian lama melakoni bisnis kabel,  Pada tahun 1960, dengan diprakarsai oleh presiden Finnis Rubber Work yaitu Bjorn Westerlund, maka Nokia mendirikan divisi elektronik. Dimana tujuan utamanya adalah untuk menyiapkan Nokia untuk menjadi perusahaan yang bergerak dibidang elektronika dan telekomunikasi, Yang secara resmi baru dimulai pada tahun 1962 dan hanya berkonsentarsi pada transmisi radio. ( Direktori SelularIndonesia 2003 – 2004 : 100 )
Setahun berlalu para ilmuwan memulai merintis pengembangan telepon radio yang menjadi awal dari lahirnya telepon selular. Dan ini menarik perhatian Nokia yang telah menyiapkan dirinya sejak lama dalam bisnis elektronik dan telekomunikasi. Untuk menggeluti pasar di bidang telekomunikasi.tersebut. Tapi dengan kenyataan bahwa Nokia memiliki banyak bidang usaha yang membuat usahanya menjadi tidak efisien, maka untuk memperkuat usaha. pada tahun 1967 Ketiga perusahaan tersebut yaitu perusahaan kayu, kabel, serta perusahaan  elektronik dan komunikasi lantas digabung menjadi satu yaitu menjadi Nokia group dengan presidennya adalah Bjorn Westerlund. (Direktori Selular Indonesia 2003 – 2004 : 100 )
Pada awal berdirinya Nokia group, divisi elektrokik hanya menyumbangkan sebesar 3% atas penjualan bersih Nokia group. Sejalan dengan perkembangan konsumen dunia yang membutuhkan kemudahan dalam komunikasi, maka divisi elektronik mendapatkan momentum untuk mengambil peran penting dalam opeasi bisnis Nokia group. Dimulailah pengembangan secara bertahap atas cabang- cabang  yang berada di dalam divisi elektronik, menjadi kelompok bisnis yang mandiri yaitu dengan menggabungkan bagian telepon dengan Salora sehingga berubah menjadi Mobira yang terjadi pada tahun 1973, kemudian pada tahun 1989 Mobira berubah menjadi Nokia Mobile Phones dan pada tahun 1992 bagian telekomunikasi berubah menjadi Nokia Telecommunications. (Direktori SelularIndonesia 2003– 2004 : 100 )
 Pada tahun 1992 dibawah presiden dan CEO Nokia Group , Jorma Ollila. Nokia mengambil keputusan strategis yaitu mefokuskan usahanya hanya pada bidang telekomunikasi dan melepas semua usaha yang bukan menjadi“core bisnis”. Dan secara mengagumkan dengan di dasari spesialisasi dalam bidang telekomunikasi, telah mengantarkan Nokia menjadi produsen telepon selular terbesar dunia dengan ditandai dengan kenaikan penjualan yang sangat tajam yaitu pada tahun 1986 bisnis telekomunikasi  yang hanya dapat menyumbangkan 17% terhadap pendapatan Nokia, pada tahun 1996 meningkat menjadi 90%, dan dari tahun ketahun angka ini terus meningkat . Hingga pada tahun 2003 lalu Nokia telah mampu menjul sebanyak 34.479.000 unit telepon selular atau telah memiliki pangsa pasar dunia sebesar 35%. (Direktori Selular Indonesia 2003 – 2004 : 100 )
Nokia memiliki 8 pabrik telepon seluler yang tersebar di tujuh Negara di dunia di kawasan Asia pabrik telepon selular milik Nokia terdapat di  kotaMasan di  Korea selatan, Kota Beijing dan kota Dongguan di Cina. Seiring dengan berkembangnya usaha di kawasan Asia, Secara cepat  ditindak lanjuti oleh Nokia dengan membuka kantor cabang di Singapura pada tahun 1994, dan hal ini merupakan pertanda bahwa Nokia telah benar-benar menguasai kawasan Asia. Pada tahun 1996 Nokia membuka kantor perwakilannya di Indonesai yang berlokasi di Menara Mulia Lantai 28 Jakarta. Di pasar Indonesia Nokia juga menjadi pemimpin pasar, hal ini di karenakan kemampuan Nokia dalam strategi inovasi produk yang sangat baik dibuktikan  dengan gebrakan awal Nokia dengan mengeluarkan telepon selular yang berbentuk pisang yang meledak di pasaran. Kemudian pada tahun 1998 dilanjutkan dengan meluncurkan telepon seluler seri 5110 dengan konsep X-press on cover yang berarti dapat berganti-ganti cover, produk ini juga mendapatkan sambutan hangat dari konsumen Indonesia, dan semakin mengukuhkan posisi Nokia di posisi teratas. Selama hayat masih dikandung badan sepertinya Nokia tidak akan terus berinovasi dan melahirkan produk yang selalu “booming” di pasar. (Direktori Selular Indonesia 2003 – 2004 : 101 )

II. Pembahasan
Tulisan ini akan membahas Nokia dari sisi manajemen pemasaran dan manajemen sumber daya manusia. Dari sisi manajemen pemasaran akan di bahas dengan menggunakan metode audit pemasaran yang disebut denganCompetitive Audit yang akan dilakukan berdasarkan kerangka kerja The staregic Marketing Plus 2000[1], Yang terbagi menjadi dua bagian yang pertama adalah Competitive Setting Profile ( CSP ), didalamnya berisi audit mengenai situasi persaingan suatu perusahaan dalam lingkungan bisinisnya ( inner circle ) kemudian Company Aligment Profile ( CAP ) yang meliputi strategi, taktik, dan value pemasaran ( middle circle ) dan yang terahir audit mengenai tiga kata Tanya paling penting yang harus dijawab dengan tepat pada waktu melaksanakan suatu program pemasaran, yaitu what, how dan why ( outer circle ). Alasan penggunaan metode audit pemasaran dari Strategic Marketing Plus 2000, dikarenakan metode ini mengaudit suatu perusahaan dari sisi pemasaran berdasarkan segmentasi, targeting, positioning, differentiation, marketing mix, selling, brand, service, dan process atau disebut dengan “nine core element of marketing” yang merupakan elemen kunci dari pemasaran, disertai pula dengan audit mengenai posisi perusahaan dalam persaingan yang meliputi customer (C1),company (C2), competitor (C3), dan change (C4). Sehingga hasil audit akan lebih sistematis dan  menyeluruh ( komprehensif ) kesemua aspek kegiatan pemasaran dari perusahaan.. ( Kartajaya, 2003 : 19–20 )
Berikut ini akan dibahas secara satu persatu pembahasan mengenai manajemen pemasaran dan Manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh Nokia.
1.   Analisis dari sisi Manajemen pemasaran
a. Competitive Setting Profile
Sesuai dengan urutan yang ada dalam metode audit dari strategic marketing plus 2000 maka analisa dalam bidang pemasaran ini akan dimulai dari bagian “inner circle” yang meliputi customer (C1), competitor (C3), dan change (C4) yaitu analisa mengenai situasi persaingan suatu perusahaan dalam lingkungan bisinisnya. Hasil dari audit terhadap inner circle akan membentuk suatu profil yang dinamakan “competitive setting profile”  yang akan digambarkan dengan gambar berikut
The strategic Marketing Plus 200   Competitive Setting Profile
Competitive
Setting
Stable
(2C)
Interupted
(2,5C)
Complicated
(3C)
Sophisticated
(3,5C)
Chaos
(4C)
Customer
(C1)
Buyer
Consumer
Customer
Client
Partner
Copetitor
(C3)
None
Mild
Strong
Wild
Invisible
Change
(C4)
None
Gradual
Continous
Discountinous
Suprising
 ( Kartajaya, 2003 : 22-25 )
Dalam gambar diatas memperlihatkan bahwa telah terjadi pergeseran situasi persaingan di lingkungan bisnis, yang dimulai dari dari situasi stabil (stable ), terganggu ( interrupted ),  rumit ( complicated ), canggih ( sophisticated ) dan pada ahirnya sampai pada keadaan  kacau ( chaos ). Mengapa hal ini dapat terjadi, berikut ini akan dijelaskan dimulai dari situasi stable (2C) terjadi apabila sebuah perusahaan tidak mempunyai pesaing sama sekali dalam melayani pelanggan. Selain itu, juga tidak ada perubahan lingkungan yang berarti. Dalam situasi seperti ini, pelanggan semata-mata diperlakukan sebagai seorang pembeli (buyer) dalam sebuah transaksi. Hal ini dikarenakan pelanggan tidak memiliki pilihan lain dalam membeli suatu produk sehingga posisi mereka sangatlah lemah karena harus menerima produk atau jasa apapun yang dihasilkan perusahaan siituasi seperti ini merupakan suatu situasi yang bersifat monopoli. ( Kartajaya, 2003 : 21-23 )
 Situasi persaingan akan bergeser ke kanan menuju situasi chaos (4C) dengan semakin meningkatnya persaingan dari tidak adanya  pesaing (none), lemah (mild), kuat (strong) , ganas (wild) dan pada ahirnya tidak terlihat (invisible). Situasi persaingan jug dipengaruhi oleh perubahan lingkungan, dari tidak ada perubahan yang berarti (none), gradual, kontinu (continous), diskontinu (discontinous) dan akhirnya penuh dengan kejutan (suprising). Pada saat yang sama, pelanggan juga akan semakin menuntut dan jika pada awalnya hanya diperlakukan sebagai pembeli saja (buyer), secara perlahan menuntut untuk diperlakukan sebagi konsumen (consumer), pelanggan (customer), klien (client) dan pada ahirnya menjadi mitra perusahaan (partner). ( Kartajaya, 2003 : 23 )
 Pada  situasi chaos (4C), pesaing semakin tidak terlihat, karena munculnya banyak pesaing baru yang dianggap sebagai pesaing tidak langsung, kemudian dapat disebabkan pula oleh banyaknya  strategi pemasaran yang tidak lagi  menggunakan media masa karena dianggap tidak efektif dalam menjangkau target pasar dari perusahaan sehingga perusahaan beralih pada media promosi yang lebih bersifat “segmented”. Dan yang terahir disebabkan oleh banyaknya pesaing global di luar negeri yang memberikan semakin banyaknya pilihan produk pada pembeli dengan menggunakan teknologi telekomunikasi dan informasi yang canggih seperti internet. Pada situasi ini, perubahan lingkungan yang tidak terduga dan sering kali mengejutkan dapat saja terjadi. Pada saat itu pelanggan telah tercerahkan (enlighted) yang berarti pelanggan tersebut mempunyai padangan ke depan lebih rasional serta sanggup mempengaruhi pelanggan lain. Slah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses pencerahan ini adalah faktor pendidikan, kemampuan ini berhubungan dengan knowledge terhadap merek –merek yang ada di pasar. mempunyai kekuatan (empowered) yang artinya kemampuan pelanggan untuk merealisasikan apa yang telah menjadi keputusannya, kemampuan ini berhubungan dengan tendensi untuk melakukan suatu perilaku pembelian akan suatu merek. Yang terahir adalahinformationalized customer, artinya pelanggan yang mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi pilihan-pilihan yang ada. Pelanggan yang mempunyai ketiga kemampuan seperti diatas seperti ini akan menuntut untuk diperlakukan sebagai mitra (partner). ( Kartajaya, 2003 : 23 )
1) Analisis Competitive setting Profile
Pelanggan Nokia adalah pelanggan yang sudah tidak awam lagi dengan dunia teknologi komunikasi seperti telepon selular, memiliki kekuatan  ( empowered ) atau memiliki  daya beli  yang cukup baik  terhadap produk nokia Nokia, terbukti dengan setiap kali Nokia meluncurkan model terbaru selalu dapat meledak di pasar. selain itu mereka juga telah tercerahkan (enlightened) mereka memiliki kemampuan untuk merekomendasikan produk dari Nokia kepada teman atau keluarga mereka.salah satu faktor pendorongnya adalah kenyataan bahwa mayoritas pengguna telepon selular adalah dari kalangan terpelajar mulai dari tingkatan sekolah menegah atas sampai tingkatan perguruan tinggi baik strata satu (S1), strata dua (S2) maupun tingkat yang lebih atas. Pelanggan Nokia juga memiliki kemapuan untuk mengevaluasi merek-merek yang ada di pasar, kemampuan ini sangat didukung oleh mudah dan cepatnya  pelanggan Nokia untuk mendapatkan informasi mengenai merek – merek yang ada di pasar baik itu melaui internet atau pun dari media yang lain.  Pelanggan Nokia memiliki kebutuhan akan produk yang dapat mengekspresikan perasaan mereka dalam hal iniemotional benefit lebih berharga dibandingkan dengan functional benefit, terbukti dengan lebih digemarinya model – model telepon selular yangstylish  dibandingkan dengan smart phone yang lebih mengedepankan  kecanggihan teknologi. pelanggan Nokia selalu menginginkan agar Nokia dapat memberikan produk yang dapat memenuhi kebutuhan mereka tersebut, dan sebagai sarana untuk mencurahkan segala keinginan dan kebutuhan akan produk mereka menyalurkannya melalui club Nokia dan funky plaza yaitu sebuah situs yang menjadi wadah bagi pelanggan Nokia untuk mencurahkan keinginan, kebutuhan ,dan bisa juga gagasan. Dari keadaan ini terlihat pelanggan tersebut ingin diperlakukan sebagai mitra, yang tidak hanya menuntut atas pemenuhan kebutuhan mereka tapi juga berpartisipasi dalam melahirkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. ( Direktori selular Indonesia 2003 – 2004 hal : 45 )
Pesaing Nokia seperti siemens, Samsung, Motorola, dan masih banyak yang lain selalu membayangi posisi Nokia baik itu di pasar dunia dan juga pasar Indonesia. Di Pasar Eropa Nokia berhadapan dengan lawan tangguh seperti Siemens pabrikan telepon selular asal jerman, LG, Motorola, dan sony – Ericsson. Di pasar Asia, Nokia dihadang oleh macanasia seperti Samsung dari Korea Selatan, Panasonic dari jepang. Di Indonesia Nokia bertarung dengan beberapa pemain lokal seperti Sanex. Tetap saja para competitor itu tidak dapat menggoyahkan posisi Nokia di pasar Telepon selular sebagai “market leader”[2].
Penetrasi telepon seluler di Indonesia masih tergolong kecil, yaitu sekitar 5% dari jumlah populasi. Dibandingkan dengan Filipina yang penetrasinya mencapai 16%, Thailand mencapai 24%apalagi dengan singapura yang mencapai 68%. Kecilnya penetrasi produk telepon selular di Indonesia dikarenakan produk  telepon selular masih dikategorikan  sebagai barang mewah. Pada tahun 2002 telepon seluler yang terjual baru sebesar 3 juta unit, pada tahun 2003 ini diperkirakan telepon seluler baru yang terjual mencapai 4 juta unit. Produk yang terjual tersebut umumnya didominasi oleh pasar low end. (Direktori Selular Indonesia 2003-2004, hal : 44)
Pesaing – pesaing Nokia akan terus bermunculan seperti munculnya pemain baru seperti Sagem, dan Philips dan hal ini tentu saja akan memberikan semakin banyak pilihan pada pembeli. Dan kebanyakan dari para pesaing tersebut tidak lagi selalu mengandalkan media masa dalam dalam berpromosi tapi sudah memakai media yang lebih tersegmentasi seperti internet. . ( Direktori Selular Indonesia 2003 – 2004, hal : 88-89 )
Dalam change (C4) yang terjadi di pasar indonesia,. faktor teknologi harus menjadi perhatian contohnya adalah munculnya teknologi  CDMA  perlu menjadi hal perlu dicermati tertutama bila disangkut pautkan dengan kelangsungan teknologi GSM. Perlu diingat peristiwa tersingkirnya teknologi AMPS  yang dikarenakan oleh munculnya teknologi GSM, karena itu perubahan dalam faktor teknologi ini sifatnya sangat dinamis apalagi perkembangan dalam teknologi sangat berhubungan erat dengan daur hidup produk  yang membuat daur hidup produk telepon selular kian pendek. ( Direktori Selular Indonesia 2003 – 2004, hal : 44-45 )
Berdasarkan situasi Nokia yang meliputi keadaan dari customer, competitor, dan change maka dapat disimpulkan bahwa posisi persaingan Nokia di pasar produk telepon selular (competitive setting profile ) adalahberada pada posisi kacau (chaos) atau kondisi 4C.
b. Company Aligment Profile
            Kalau hasil audit dari customer (C1), competitor (C3), dan change (C4) adalah competitive setting profile, maka hasil audit terhadap company (C2) adalah company aligment profile. Yang akan mengaudit company (C2) berdasarkan segmentasi, targeting, positioning, marketing mix, differentiation, selling, brand, service, dan yang terahir adalah process. Sebelum melangkah lebih jauh terlebih dahulu dianalisis bentuk dari perusahaan[3] Yang berangkutan Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut.
Production Oriented Company
Perusahaan yang menitik beratkan pada efisiensi operasional, standarisasi produk, dan distribusi missal. Pada situasi persaingan 2C, perusahaan seperti ini bisa sukses, karena memang belum ada pesaing dan tidak ada perubahan lingkungan. Pembeli harus menerima produk standar yang dibuat dan membelinya di tempat yang telah ditentukan. ( Kartajaya, 2003 : 24 )
Selling Oriented Company
Perusahaan yang menitik beratkan pada cara penjualan yang persuasive perbaikan produk, dan promosi missal. Pada situasi persaingan 2,5C perusahaan seperti ini bisa berhasil, karena posisi pesaing masih lemah dan perubahan lingkungan, kalupun ada, masih tidak berarti. Konsumen diyakinkan untuk membeli pada situasi yang bisa menempatkan dirinya pada posisi menang kalah oleh tenaga penjualan, dibujuk oleh promosi dan periklanan missal yang terus menerus, yang menyatakan bahwa produk perusahaan tersebut lebih baik dari para pesaingnya. ( Kartajaya, 2003 : 24 )
Marketing Oriented Company
Perusahaan dengan posisi seperti ini tidak menjual ke keseluruhan pasar, melainkan memilih segmen pasar yang paling efektif untuk dilayani. Selain itu, perusahaan tidak hanya sekadar membuat produk yang lebih baik, tapi yang lebih penting mampu mendiferensiasikan produknya dari produk-produk lain sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Lebih jauh lagi, promosi dijalankan secara seimbang, baik pada pemakai langsung ( end user ) maupun pedagang produk tersebut.  Pada situasi persaingan 3C, persaingan sudah ketat, perubahan lingkungan bisinis berlangsung kontinu, dan pelanggan punya banyak pilihan karena informasi tersedia sangat melimpah dan trasparan. ( Kartajaya, 2003 : 26 )
Market Driven Company
Perusahaan ini menjadi spesialis untuk melayani sebuah atau beberapa segmen pasar. Karena itu kunci sukses perusahaan ini adalah kemampuannya menyediakan produk-produk khusus. Pada situasi ini, pelanggan diperlakukan seperti klien yang dilayani secara khusus.. ( Kartajaya, 2003 : 26 )
Customer driven Company
Perusahaan jenis ini memberikan pelayanan khusus secara individual lewat produk-produk yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing individu. Database yang selalu diperbaharui merupakan alat penting untuk melakukan relationship marketing seperti ini. Komunikasi dua arah yang interaktif digunakan untuk saling bertukar informasi terus-menerus. Hal ini harus dilakukan kalau peusahaan tersebut ingin sukses dalam situasi persaingan yang kacau, dimana pesaing sering tidak kelihatan dan perubahan sering kali mengejutkan. Bisnis apapun pada bentuk perusahaan 4C dianggap sebagai bisnis jasa. Karena perusahaan menganggap dirinya sebagai sebuah penyedia jasa ( service provider ) yang melayaninya mitranya. ( Kartajaya, 2003 : 26-27 )
1)      Analisa terhadap tipe perusahaan
Nokia  memiliki apa yang disebut “customer interaction center“( CIC ), yaitu sebuah media interaksi yang menjembatani antara perusahaan dengan pelanggan secara interaktif . Dimana pada CIC ini pelanggan dapat memilih apakah mereka ingin berkomunikasi dengan perusahaan melalui “telephone”, “fax” atau melalui “web site”, Seperti yang telah dilakukan oleh Nokia dengan mendirikan NPD dan NPC serta membuat situs www.clubnokia.comwww.funkyplaza.com  danwww.nokia.com . CIC juga digunakan oleh  Nokia untuk menggali informasi mengenai pelanggan, lalu data mengenai pelanggan disimpan dalam sebuah data base. Lalu Nokia  dapat menggunakan informasi tersebut untuk meng-customized produk dan pelayan mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan pelanggan secara individual. Product Customization ini dapat terlihat dari desain seri 5110 dengan konsep X-press on cover yang berarti dapat berganti-ganti cover sesuai dengan keinginan pelanggan.
Berdasarkan uraian diatas dan jika dihubungkan dengan tabel mengenai  bentuk dari perusahaan maka Nokia termasuk kedalam tipecustomer driven company.
                                      The strategic Marketing Plus 2000
          Company Aligment Profile


Type of
Marketing
No
Marketing
Mass
Marketing
Segmented
Marketing
Niche
Marketing
Individual
Marketing

Segmentation
Geographics
Demographics
Psychographic
Behavioral
Individual
Strategy
Targeting
The only one
The better one
One statement
Different one
One to one

Positioning
Everyone
Suitable ones
Choosen one
A few Good one
Someone

Differentation
Good for
Company
Better than
Competitor
Prefered by customer
Specialized
For niches
Customized for individual
Tactic
Marketing Mix
4A
Assortement
Affordable
Available
Annoucement
4B
Best
Bargaining
Bufferstocking
Bombarding
4P
Product
Price
Place
Promotion
4V
Variety
Value
Venue
Voice
4C
Customer solution
Cost
Convenience
Communication

Selling
Information about product
Feature
Selling
Benefit
Selling
Sollution
Selling
Interacting for success

Brand
Just a name
Brand awarness
Brand Association
Perceived
value
Brand Loyalty
Value
Service
One business
Category
Value added
Business
Value in use
Business
Customer satisfying
The only business category

Process
System&procedure
implementation
Interfunctional
Team work
Functional
streamlining
Total delivery
reenginering
Extended Value Chain
( Kartajaya, 2003 : 28 )


Komponen-komponen srategi
Segmentation
Variabel yang digunakan untuk membagi pasar bergeser dari geografi ke demografi, psikografi, perilaku dan ahirnya individu. Pada posisi 4C, pasar dianggap sebagai kumpulan individu yang berbeda satu sama lain. Sebaliknya perusahaan pada posisi 2C mengganggap cukup membagi pasar berdasarkan wilayah geografi dan memperlakukan seluruh orang yang ada di pasar seakan-akan kebutuhan dan keinginan mereka adalah sama. Ada tiga cara lain untuk membagi pasar. Pembagian pasar berdasarkan variabel demografi, yang memilah-milah pasar atas faktor siapa yang membeli ( who to buy ). Sedangkan variabel psikografi membagi pasar atas faktor mengapa mereka membeli ( why they buy ). Variabel peilaku membagi pasar atas faktor bagaimana mereka membeli ( how they buy ) dan memusatkan pada perilaku pembelian yang terjadi secara konkret dan aktual. ( Kartajaya, 2003 : 27 )
Targeting
Perusahaan 2C menyatakan semua orang ( everyone ), tanpa kecuali, sebagaitarget market-nya. Di pihak lain, perusahaan 2,5C memilih orang-orang yang cocok ( suitable ones ) yang diyakini mampu membeli produk yang dibuat. Perusahaan 3C memilih orang-orang hanya dalam segmen pasar yang dianggap paling efektif sebagai target market. Perusahaan 3,5C memilih orang yang relative berjumlah tidak banyak ( a few good ones ), di suatu segmen pasar, terutama mereka yang belum dilayani perusahaan secara baik. Namun mungkin saja perusahaan tersebut melayani beberapa segmen sekaligus pada saat yang bersamaan tetapi dengan cara berbeda. Perusahaan 4C menganggap setiap pelanggan sebagai seseorang yang penting ( someone ) bagi perusahaan, karena itu perlu mendapat pelayanan individual.( Kartajaya, 2003 : 27-29 )
Positioning
Perusahaan 2C terposisi dengan sendirinya sebagai satu-satunya perusahaa dalam industri tersebut. Sebaliknya, perusahaan 4C bisa menempati posisi berlainan untuk setiap pelangganya. Diantara kedua situasi ekstrem tersebut, perusahaan dapat memposisikan dirinya sebagai salah satu di antara situasi berikut: Lebih baik dari perusahaan lain, berbeda dari perusahaan yang lain, atau menempati posisi berbeda pada setiap segmen pasar yang berbeda pula. ( Kartajaya, 2003 : 29 )

Komponen-komponen Taktik
Differentation
Perusahaan 2C menyusun semua aspek dalam perusahaan demi kebaikan diri sendiri, Pada ekstrem yang lain, perusahaan 4C mengorganisasikan semua aspek dalam perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu memberikan pelayanan yang terkustomisasi untuk tiap-tiap individu pelanggan. Di antara kedua bentuk ekstrem tersebut, perusahaan dapat mengorganisasikan seluruh aspek operasinya sesuai dengan tujuan berikut: Untuk menghasilkan produk yang lebih baik daripada pesaing, untuk disukai pelanggan, atau untuk mengkhususkan produk/jasanya untuk memenuhi kebutuhan satu atau beberapa segmen pasar tertentu. ( Kartajaya, 2003 : 29 )
Marketing Mix
Marketing Mix terdiri dari produk ( product ), harga ( price ), tempat ( place ), promosi ( promotion ), karena itu sering disebut 4P. Pada bentuk 2C, marketing mix disebut 4A, sebab perusahaan menyediakan cukup pilihan produk ( assortment ) yang belum tentu cocok dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan. Lebiha penting lagi, harga produk terjangkau ( affordable )dan tersedia ( available ) bagi pelanggan, dan ketersedianaanya dipublikasikan melalui pengunguman yang sederhana ( announcement ). (Kartajaya, 2003 : 30 )
Pada bentuk 2,5C marketing mix disebut 4B, sebab biasanya pada situasi ini perusahaan berlomba untuk membuat produk yang lebih baik daripada pesaing mereka atau bahkan berani menyatakan bahwa produknyalah yang terbaik ( best ). Harga ditawarkan setinggi mungkin tapi bisa naik-turun bila terjadi proses penawaran  ( bargaining ). Saluran distribusi ( baik distributor dan retailer )”dipaksa” supaya punya banyak persediaan (buffer stock ) dengan berbagai macam push insentive dan benak konsumen dijejali ( bombarding ) oleh periklanan supaya terjadi pull incentive. ( Kartajaya, 2003 : 30 )
Pada bentuk 3C, keempat P dari marketing mix diatur secara integrative sesuai dengan strategi pemasaran yang telah ditetapkan sebelumnya ( Kartajaya, 2003 : 30 )
Pada bentuk 3,5C, marketing mix bisa disebut dengan 4V. Sebab pada situasi ini, banyak jenis produk untuk berbagai segmen pasar yang heterogen (variety ). Dalam menetapkan harga, value aktual yang diterima pembeli harus dipertimbangkan. Tempat

penjualan khusus harus dipergunakan untuk penjualan terhadap setiap segmen pasar ( venue ) dan suara pelanggan  ( voice of the customer) harus semakin diperhatikan. (Kartajaya, 2003 : 30 )
Pada bentuk 4C, marketing mix bisa disebut sebagai 4C juga, sebab sebuah produk tidak ada gunanya kalau bukan merupakan solusi bagi pelanggannya ( customer solution ). Produk sebuah peruahaan harus ditambah unsur jasa atau bahkan bila perlu ditambah produk dari perusahaan lain supaya benar-benar bisa merupakan solusi bagi pembeli. Harga yang ditetapkan perusahaan hanya merupakan salah satu komponen biaya ( cost ) yang dikeluarkan konsumen, karena ituperusahaan harus berpikir dari sudut pandang pembeli berapa sebenarnya biaya total yang dikeluarkan konsumen untuk membeli produk tersebut. Tempat-tempat penjualan atau pelayanan yang ditetapkan perusahaan harus merupakan tempat yang nyaman dan tidak menyusahkan pembeli ( convenient ). Jika tidak, seluruh usaha yang dikeluarkan akan menjadi tidak berarti. Pada situasi ini, promosi yang bersifat satu arah dan menyerupai kegiatan “pencucian otak” ( brain washing ) sudah berubah menjadi komunikasi dua arah yang interaktif ( communication ). ( Kartajaya, 2003 : 31 )
Selling
Penjualan juga bergeser dari satu bentuk ke bentuk yang lain  sebagai berikut. Pada bentuk 2C, penjualan dalam arti menyakinkan seseorang untuk membeli tidak diperlukan. Perusahaan cukup memberikan informasi kepada masayarakat bahwa produknya telah tersedia. Karena hanya ada satu sumber, maka pembeli akan melakukan pembelian dengan sendirinya tanpa insentif lebih jauh. Pada tingkat –tingkat situasi yang lebih lebih tinggi, sifat penjualan bergeser mulai dari menjual fitur dan manfaat suatu produk kepada pembeli, sampai ahirnya menjual solusi kepada pembeli. Pada bentuk 4C, konsumen sudah pintar dan berpengalaman, sehingga tidak mau “dijuali” lagi. Kenyataanya, cara paling efektif untuk menjual pada situasi ini adalah melalui interaksi dengan pelanggan, demi kesuksesan bersama antara perusahaan dan pelanggan dalam situasi menang-menag murni ( genuine win-win ). (Kartajaya, 2003 : 31 )

Komponen-komponen Value
Brand
Pada bentuk 2C, perusahaan menampilkan merek pada produknya semata-mata untuk membedakannya dari produk perusahaan lain. Di sini, merek hanya sekedar nama ( just a name ). Belum ada usaha untuk menjadikan merek tersebut menjadi ekuitas perusahaan ( company equity ). Pada situasi-situasi berikutnya, perusahaan melakukan beberapa usaha supaya mereknya dikenal banyak orang  ( brand awarness), punya asosiasi tertentu di benak konsumen ( brand association ), dan memastikan mereknya dipersepsikan mempunyai kualitas yang baik ( brang quality ). Akhirnya pada bentuk 4C, perusahaan berusaha keras supaya pembeli benar-benar puas dan selalu loyal pada mereknya ( brand loyalty ). Dengan cara ini, merek akan mempunyai ekuitas merek yang cukup diperhitungkan bagi perusahaan. ( Kartajaya, 2003 : 31-32 )
Service
Pada bentuk 2C, prusahaan baru menganggap servis hanya sebagaisalah satu kategori bisnis dari dikotomi bisnis “produk dan jasa”. Perusahaan yang membuat produk tidak menganggap dirinya berada pada bisnis jasa. Pada bentuk-bentuk berikutnya, perusahaan merasa perlu menambah atau meningkatkan kapasitas servis dalam rangka memberi nilai tambah ( value added ). Lebih jauh lagi, perusahaan akan berusaha keras untuk memberi nilai tambah sesuai dengan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh konsumen ( value in use ). Pada situasi  berikutnya, perusahaan berusaha memberikan servis untuk memuaskan konsumen dan pada akhirnya pada situasi ekstrem 4C, perusahaan sudah menganggap bisnisnya sebagai bisnis jasa, tidak peduli apa pun bisnisnya. ( Kartajaya, 2003 : 32 )
Process
Pada bentuk 2C, seluruh karyawan bekerja berdasarkan sistem dan prosedur yang ada sesuai dengan tugas masing-masing. Bentuk organisasi yang popular di situasi ini adalah organisasi bentuk pyramid ( system and procedure implememtation ). Pada bentuk berikutnya, Kerja sama antarfungsi berlangsung lebih intensif sehingga menghasilkan proses yang lebih lancar (interfunctional teamwork ). Selanjutnya, jika situasi persaingan semakin meningkat, perusahaan akan terus-menerus memperlancar proses dengan melakukan pendesainan kembali perusahaan, baik dengan membuat hierarki perusahaan memjadi lebih datar ( flattening ) atau menggunakan organisasi matriks ( functional streamlining ). Pada tahap berikutnya, perusahaan akan melakukan peninjauan total pada proses-proses yang berlangsung dan melakukan perubahan –perubahan pada struktur organisasi perusahaan menuju suatu struktur horizontal ( total delivery reengineering ). Pada bentuk 4C, perusahaan sudah melakukan aliansi strategis dengan perusahaan-perusahaan terkait, terutama dealer maupun pemasok, demi kepentingan bersama ( extended value chain ). ( Kartajaya, 2003 : 33 )
2) Analisa terhadap Company Aligment profile
            Menurut data yang ada di Direktori selular Indonesia (2003-2004 : 43), Untuk mendistribusikan produk dan pelayanan bagi pelanggan dilakukan Nokia melalui lima distributornya seperti PT Bima sakti Usindo Persada, PT Trikomsel Citrawahana, PT Parastar Echorindo, dan PT Erajaya Swasembada. Nokia memetakan pelanggannya secara individualized yaitu menganggap pelanggan sebagai kumpulan individu yang berbeda keutuhan dan keinginan antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari pembagian segmen yang dilakukan oleh Nokia. Segmen dikelompokan menjadi dua kategori yakni segmen yang cenderung menginginkan style, dan yang cenderung menonjolkan fungsi. Segmen style lalu dibagi lagi menjadi segmen fashion, active, expression, hingga basic. Sedangkan segmen fungsi dibagi menjadi segmen musicgames, imaging, atau media. Nokia Memiliki “customer interaction center “( CIC ), yaitu sebuah media interaksi yang menjembatani antara perusahaan dengan pelanggan secara interaktif . Dimana pada CIC ini pelanggan dapat melakukan apapun yang mereka inginkan, mereka dapat memilih media komunikasi yang mereka inginkan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan mereka masing-masing seperti yang dilakukan oleh Nokia dengan  mendisain NPD, NPC, club nokia, dan funky plaza sebagai sarana berinteraksi nyaman bagi pelanggan. CIC juga digunakan oleh  Nokia untuk menggali informasi mengenai pelanggan yang meliputi apa yang mereka butuhkan, apa yang membuat mereka puas, dan yang terahir apa yang membuat mereka setia, lalu data mengenai pelanggan disimpan dalam sebuahdata base. Lalu Nokia  dapat menggunakan informasi tersebut untuk meng-customized produk dan pelayan mereka sehingga sesuai dengan kebutuhan pelanggan secara individual,  hal ini membuat Nokia mampu menawarkan banyak  pilihan solusi dalam berkomunikasi dengan harga yang rasional, Nokia meng-customize produknya dengan cara mengkombinasikan antara  fitur – fitur yang biasanya terdapat pada sebuah handphone seperti fasilitas  komunikasi, mulai dari SMS, EMS, MMS., kamera video, kamera foto, ringtone, Memori, games, display dan internet. Dari hal diatas dapat terlihat bahwa setiap pelanggan yang berbeda diperlaukan secara berbeda oleh Nokia. Dari kenyataan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa bahwa Nokia melakukan strategi Targeting secara individual (someone). menjalankan strategi segmentasi individualized.  positioning secara one to one, customized dalam differentiation, Marketing Mix secara 4C, melakukan selling secara interaktif, menerapkan brand loyalty, menganggap dirinya sebagai service provider, dan extended value chain dalam hal process.       
c. What-Why-How
    Pada bagian ini akan diuraikan mengenai lingkaran luar pada gambar audit pemasaran berdasarkan TheStrategic marketing Plus 2000, yang menggambarkan tentang apa saja yang harus dilakukan sebuah perusahaan pada saat menjalankan strategi dan taktik pemasaran dalam situasi persaingan tertentu.
Analisi terhadap The Outer Circle

2C
2,5C
3C
3,5C
4C
What
(type of information)
Production
Distribution
Production
Promotion
Market
Customer
Competitor
Niche
Expectation
Mix Sensitivity
Customer value package Life time value
Why
(Type of Analysis)
Internal
Variance
Cost
Benefit
External
Competitive
Market
Response
Customer
Value
How
(Quality managemen)
OK
QC
QA
TQM
TQS
( Kartajaya, 2003 : 34 )
Informasi
Perusahaan 2C hanya mengolah data produksi dan distribusi. Pada bentuk berikutnya, data yang diolah sudah mencakup informasi tentang produk dan promosi (2,5C), tentang pelanggan, pesaing, dan pasar (3C). Pada situasi 3,5C, perusahaan sudah mengumpulkan data tentang ekspektasi dari suatu ceruk pasar ( niche expectation ) dan sampai sejauh mana sensivitas ceruk tersebut terhadap marketing mix yang ditawarkan (mix sensitivity). Sedangkan bentuk marketing 4C sudah melangsungkan riset tentang apa saja yang dibutuhkan konsumen ( customer value package ) dan berapa besar pembelian yang bisa diharapkan dari seorang pembeli seumur hidup ( life time value ). Pengumpulan data ini tentunya dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik riset pemasaran dan konsep perilaku konsumen. ( Kartajaya, 2003 : 33 )
Analisis
Perusahaan 2C melakukan analisis hanya menggunakan metode variasi internal ( internal variance ). Selanjutnya perusahaan 2,5C melakukan analisis untuk membandungkan antara biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh ( cost benefit analysis). Perusahaan 3C melakukan analisis dengan penekanan pada pengukuran respon pasar. Akhirnya, perusahaan 4C melakukan analisis pada jenis-jenis value yang paling berharga bagi pelanggan. ( Kartajaya, 2003 : 35 )
Manajemen Kualitas
Sikap perusahaan terhadap manajemen kualitas merupakan pencerminan sampai seberapa jauh sebuah perusahaan peduli akan pelangganya. Karena itu, terdapat perbedaan yang cukup besar dalam hal tingkat kepedulian perusahaan dalam melaksanakan manajemen pemasaran mereka. Perusahaan 2C biasanya menganggap produknya selalu memuaskan karena pembeli tidak punya alternative lain  ( manajemen kualitas metode “OK” ). Perusahaan 2,5C merasa perlu untuk melakukan QC ( quality control), Karena sudah mulai ada pesaing. Perusahaan 3C melangkah lebih jauh dengan menjalankan QA ( quality assurance ). Perusahaan 3,5C sudah melibatkan manajemen secara total untuk meningkatkan kualitas baik quality, cost, dan delivery ( QCD ) melalui TQM ( Total quality Management ). Perusahaan 4C tetap lebih maju, memfokuskan diri pada TQS ( Total Quality Service ) dengan mencari tahu dahulu value yang diharapkan pelanggan, membuat strategi pelayanan dan membuat semua karyawan sadar akan hal tersebut, meninjau kembali proses pelayanan dan secara terus-menerus memantau hasilnya. ( Kartajaya, 2003 : 35 ).
3)      Analisis terhadap the outer circle
 Seperti yang telah diuraikan pada analisis terhadap company aligment profile bahwa melalui CIC Nokia menggali informasi mengenai apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ( customer value package )value yang paling berharga bagi pelanggan (customer value)dan merekam semua transaksi yang dilakukan pelanggan melalui situs club nokia atau juga funky plaza sehingga dapat diketahui nilai pembelian yang dilakukan oleh setiap pelanggan sehingga dapat duketahui mana pelanggan yangprofitable dan mana yang tidak.  Nokia menganggap dirinya sebagai penyedia jasa ( service provider ) karena itu ia dalam quality managementmenerapkan TQS dalam melayani pelanggannya, dengan cara mencari tahu dahulu value apa yang diharapkan oleh pelanggan dan membuat strategi pelayanan dan membuat karyawan sadar akan TQS tersebut melalui peninjauan kembali proses pelayanan dan secara terus-menerus memantau hasilnya.
2.      Analisis dari sisi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sedangkan dari sisi manajemen sumber daya manusia akan dibahas dengan memakai konsep The marketing Plus Triangle[4], yang meliputi hubungan antara pemilik perusahaan ( Shareholders ) dengan karyawan ( People ) dan pelanggan ( customer ). Alasan pemilihan  konsep ini, dikarenakan konsep ini membahas hubungan antara hubungan antara pemilik perusahaan. Kenapa hal ini menjadi tolah ukur, disebabakan  didalam era persaingan yang sangat ketat seperti saat ini pemasaran bukan lagi menjadi dominasi departemen pemasaran saja tapi sudah harus mendarah daging diseluruh departemen atau bagian di dalam suatau perusahaan dan hal ini adalah sebuah keharusan bagi perusahaan agar dapat memenangkan persaingan. Sehingga antara pemilik perusahaa dengan karyawan harus terjalin suatu hubungan yang harmonis dimana dengan memberikan “total human reward” terhadap karyawan maka mereka akan memiliki “sense of ownership” terhadap perusahaan dan akan memberikan “total quality service”kepada pelanggan yang juga akan membuat pelangan menjadi setia dan memberikan “long term profit” bagi perusahaan”. karyawan, dan pelanggan secara dua arah. Dan proses diatas sangatlah berhubungan dengan kesuksesan manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh perusahaan, karena itulah konsep ini dapat digunakan untuk menganalisis seperti apa pelaksanaan manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh Nokia. ( Kartajaya, 2003 : 16-18 )
            Total human reward yang dilakukan nokia adalah dengan  memberikan reward dengan sistem market competitive reward yang diberikan melalui struktur global sistem yang bersifat fleksibel, artinya reward yang diberikan tersebut dapat disesuaikan dengan keragaman dan perubahan dari lingkungan kerja dan bisnis serta sesuai dengan pilihan dari setiap individu. (www.nokia.com)
            Total compensation package yang di berikan kepada karyawan disesuaikan dengan keadaan dari setiap Negara dimana Nokia beroperasi. Yang terdiri dari elemen-elemen seperti annual base salary, incentive, bonuses, possible stock options. Nokia menghargai karyawannya bedasarkan atas good performance, competence development, dan kesuksesan perusahaan secara keseluruhan. Hal ini menciptakan suasana yang dapat meningkatkan kesempatan bagi karyawan untuk dapat memaksimalkan potensi didalam dirinya dan dapat dihargai secara adil. Untuk mendukung hal tersebutl maka Nokia menerapkan performance management yang disebutInvesting In people (IIP) sistem ini dibuat untuk mendukung pelaksanaan dari strategi perusahaan dan melibatkan sebuah diskusi formal antara karyawan dengan managernya. Karyawan di dorong untuk berperan aktif dalam perusahaan baik itu terwujud dalam performance yangg baik  dan pemberian kontribusi pada perusahaan. proses penilaiannya diawali dengan  menjalin komunikasi dua arah dengan karyawannya sehingga terjalin keterbukaan yang membuat karyawan tahu apa yang diharapakan oleh perusahaan dari mereka dan mereka juga tahu bagaimana mereka akan di hargai  dan penilaian dilakukan dengan menerapkan company annual employee opinion surveys.(www.nokia.com)                                            
Higher performance and contribution  akan menghasilkan higher rewads .sistem global market competitive rewads ditujukan untuk memenuhi kebutuhan akan flexibility, personalization, empowerment, dan commitment.(www.nokia.com)
            Berikut akan disajikan penjelasan dari beberapa jenis reward yang diberikan Nokia kepada karyawannya.
1.      Sistem Bonus
Sistem bonus yang diberikan oleh Nokia memberikan kesempatan bagi karyawannya untuk memilih apakah sistem bonus berdasarkan individual, team, atau proyek/program. Atau dapat jug memilih untuk memdapatkan bonus dengan sistem stock optin plan yang dapat memberikan keuntungan tertentu bagi karyawan bedasarkan tingkat kesuksesan perusahaan.(www.nokia.com)
2.      Annual base salary
Ialah suatu sistem pemberian salary yang didasarkan  atas hasil review dari annual performance dari setiap karyawan. (www.nokia.com)
3.      Health benefits
Nokia sangat memperhatikan atas kesehatandan keselamatan dari karyawannya , yang diwujudkan melalui “Nokia’s work-life balance solutions”  yang menjamin kesehatan dan keselamatan karyawan baik itu saat berada dalam situasi kerja ataupun dalam menjalani kehidupan sehari-harinya. (www.nokia.com)
Dalam upayanya agar karyawan dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan secara maksimal (total quality service) Nokia melakuannya dengan cara memberikan serangkaina pelatihan dan pembinaan kepda karywannya yang akan dijelaskan sebagi berikut :
  1. Commitment to self development
Karyawan Nokia secara berkesinambungan di dorong untuk selalu meningkatkan kemampuan, dengan cara setiap karyawan diharuskan untuk membuat perencanaan atas peningkatan kemampuan dari karyawan tersebut dan menjalankan rencana tersebut dengan disiplin. (www.nokia.com)
  1. Learning solutions and traning
Karyawan Nokia memiliki access kepada beragam aktivitas pelatihan . Melalui global network of learning centers  nokia memberikanconsistent standard of training and development kepada semua karyawan. The learning market place intranet memberikan informasi yang dapat dipakai sebagai bahan pembelajaran bagi karyawan yang dapat dilakukan melalui e-learning atau juga dalam bentuk “classroom  training “. (www.nokia.com) 
  1. Management training
Nokia juga memfokuskan pada pembinaan dan pelatihan di dalam halmanagemet skill dan leadership skill. Dan terdapat beragam program pembinaan dan pelatiahan di bidang management dan leadership skill. (www.nokia.com)

Seperti yang terlihat dari keterangan diatas, antara pemilik perusahaan (Nokia) dengan karyawan (Nokia’s employee) terjalin suatu hubungan yang harmonis dimana dengan memberikan “total human reward”terhadap karyawan maka mereka akan memiliki “sense of ownership”terhadap perusahaan (Nokia) dan akan memberikan “total quality service”kepada pelanggan yang akan membuat pelangan menjadi setia dan memberikan “long term profit” bagi perusahaan”.  Ternyata berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa Nokia telah menerapkan hal hal yang ada pada konsep The mark plus Triangle dengan baik dan terbukti dengan data survey yang dilakukan oleh survey One yang dipublikasikan pada majalah Marketing edisi januari 2004 yang menyebutkan bahwa produk Nokia memilki peluang untuk dibeli kembali oleh penggunanya dan salah satu penyebabnya adalah oleh kemampuan Nokia dalam memberikan pelayanan yang prima kepada pelanggannya yaitu dengan mendapatkan nilai sebesar 92,95. Dibawah Nokia diikuti oleh Samsung sebesar 80,95, Siemens 79,73, Motorola 79,17 dan Sony Ericsson 75,51 dengan rata-rata industri sebesar 87,81.


III. Kesimpulan
Dari pembahasan mengenai manajemen pemasaran dan manajemen sumber daya manusia yang dilakukan oleh Nokia  maka dapat kita tarik   beberapa hal yang dapat kita jadikan sebagai pelajaran :
  1. Didalam era persaingan yang sangat ketat seperti saat ini pemasaran bukan lagi menjadi dominasi departemen pemasaran saja tapi sudah harus mendarah daging diseluruh departemen atau bagian di dalam suatau perusahaan dan hal ini adalah sebuah keharusan bagi perusahaan agar dapat memenangkan persaingan.
  2. Dalam situasi persaingan yang kacau, dimana pesaing sering tidak kelihatan dan perubahan sering kali mengejutkan. Bila perusahaan ingin meraih sukses maka  bisnis apapun yang dilakukan oleh suatu perusahaan pada bentuk perusahaan 4C dianggap sebagai bisnis jasa. Karena perusahaan menganggap dirinya sebagai sebuah penyedia jasa ( service provider ) yang melayaninya mitranya. Seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.

Competitive
Setting
Stable
(2C)
Interupted
(2,5C)
Complicated
(3C)
Sophisticated
(3,5C)
Chaos
(4C)
Customer
(C1)
Buyer
Consumer
Customer
Client
Partner
Company (C2)
Producer
(Production
Oriented)
Seller
(selling
Oriented)
Marketer
(Marketing oriented)
Specialist
(Market
Driven)
Service
Provider
(Customer driven)
Copetitor
(C3)
None
Mild
Strong
Wild
Invisible
Change
(C4)
None
Gradual
Continous
Discountinous
Suprising



REFERENSI

1.  Direktori selular Indonesia 2003 – 2004 Penerbit Global Media Jakarta
2   “Dicari : pelanggan yang punya komitmen”, Majalah Marketing No.I/IV/Januari 2004
3.  Kartajaya, Hermawan et al, (2003),  Mark Plus On Strategy : 12 tahun perjalanan Markplus&Co Membangun Strategi Perusahaan, edisi kedua, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.



[1] Kerangka kerja dari The Strategic Marketing Plus 2000
[2]  Tabel penjualan ponsel dapat dilihat di lampiran
[3] Tabel mengenai evolusi bentuk perusahaan dapat dilihat di lampiran
[4] Skema dari konsep the marketing plus triangle dapat dilihat dalam lampiran 

SUMBER:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar